Love is the essential
composition of human being. Love is always
patient and kind. It’s never rude or selfish, and it’s always ready to excuse,
to trust, and to hope. Love gives relations and connections to us with the
others. Moreover, it leads us to engage many useful histories in our life. Love
is like the sea which has wide space, and it gives spaces and doors to us to
get in pure space.
Love invites everyone to
introduce itself to “who” and “what”. Love is never stop to give the power to
everyone who wants to get the happiness. Love is
the path which makes us really close with another person. Thus, we would be
felt so lonely except love. Above all, I
ever read Rumi’s father poem, it is:
“The most
effective of God’s creation is Love”
Al-Rumi jua memberikan
ikatan dengan kata-kata ayahandanya ini, yaitu:
Karena cinta, sesuatu yang pahit menjadi
manis dan tembaga menjadi emas.
Karena cinta, endapan menjadi jernih dan
kesengsaraan menjadi hilang.
Karena cinta, yang mati menjadi hidup. Karena
cinta, raja menjadi hamba.
Kedua
puisi ini, ingin memberikan sebuah pengenalan cinta kepada kita. Bahwa cinta
adalah alasan kita kalah dan menang dalam menjalani kehidupan ini. Cinta
memberikan kita kekuatan dan dunia, sehingga kita dapat bangkit dan menjelajahi
rahasia-rahasianya. Cinta memberikan kesucian dan kesenangan, sehingga jiwa
kita menjadi jernih dan tidak terperangkap dalam jalan kesengsaraan. Cinta
menginginkan kita tetap bertahan untuk semangat hidup, dan hidup dalam
ketundukan dan terpaling dari kedurhakaan.
Cinta
diambil dari banyak istilah, dan hanya empat saja yang dapat saya sebutkan.
Al-Rahim, al-Rahman, al-‘Isyq, dan al-Mahabbah, keempat istilah ini memiliki
perbedaan makna. Namun, keempat ini dapat mengarahkan seseorang menuju
cinta, ketika mau mengenal cinta dan berjalan dengannya.
Empat
istilah cinta diatas ini, memberikan sebuah makna bahwa begitu luas arti dan
maksud dari cinta. Cinta memiliki peranan yang begitu kuat dan dalam, bahkan
Ratu Zulaikha pun tunduk akan cinta yang tertanam dalam wajah Yusuf as. Cinta
menjadi begitu penting dan berharga, tanpanya maka kebahagiaan dunia dan
akhirat tak akan pernah selamananya diraih, walau hanya sebesar atom sekalipun.
Maka bagaimana cinta dengan Ia sang pemiliki cinta?
Jiwa
yang mengenal cinta dengan makna dan hakikatnyalah yang dapat menggapai
cinta-Nya, dan mencintai-Nya dengan ketulusan. Yang mana jiwa manusia tak akan
ditinggal cinta, hanya saja cinta yang tertanam harus dibimbing oleh akal dan
hati yang suci. Sehingga cinta dapat diraih sejatinya, dan kebebasan meraih
cinta-Nya.
Jiwa
melebur oleh cinta menuju Ia sang maha cinta, lalu terbang bebas ke alam yang
tanpa ruang dan keterbatasan. Kebebasan pun mengatakan, bahwa apa saja mungkin
dan kita berhak untuk meenjelajahi ke mana pun jiwa dan cinta membawa kita.
Jalaluddin
al-Rumi memiliki perjalanan spiritual yang bersejarah, perjalanannya itu
mengantarkan ia pada guru pertamanya, Burhanuddin al-Tirmidhi. Saat itu pun
lewat, al-Rumi hidup dengan mengajar murid-muridnya. Bukan hanya ilmu-imu
formal yang ia ajarkan, ia juga menyadari bahwa setelah sekian lama ia
mempelajari tasawuf, ada kekuatan yang tersembunyi dalam diri manusia ( cinta
ilahi “isyq”).
Ia
bertemu dengan seorang darwis agung yaitu Tabriz, nama lengkapnya Syamsiddin
al-Tabriz. Dari sinilah spiritual al-Rumi berubah dahsyat, ia menemukan cinta
yang begitu dalam. Sejak saat itu jua, al-Rumi tidak mau berpisah dengannya.
Namun, pepisahan pun tiba dengan diusirnya Tabriz oleh murid-muridnya al-Rumi,
yang mana mereka tidak menyukai atas kehadiran guru al-Rumi ini.
Perpisahan
ini menciptakan kerinduan, lalu cintanya terhadap Tabriz begitu mendalam. Cinta
yang dikatakan gurunya, bahwa cinta dapat mentransformasikan jiwa seseorang
menjadi lain, al-Rumi bukan hanya sebatas mengalaminya, bahkan ia mampu
mentransendenkan jiwanya menuju cinta ilahi. Cinta dan kerinduannya ini merubah
pikiran dan spiritual al-Rumi, hingga ia pun berhenti mengembara mencari
gurunya. Dari pengetahuan dan spiritual baru al-Rumi ini, ia mulai mengajarkan
bagaimana menuju cinta ilahi pada murid-muridnya.
Cerita
singkat diatas memberikan sebuah pesan dan kesan, bahwa cinta muncul karena
adanya keterikatan jiwa dengan jiwa yang memiliki cinta dan meraih cinta-Nya.
Syamsiddin al-Tabriz yang memiliki cahaya kesucian jiwa dan mengenal cinta
sampai hakikat, menyalurkan cahayanya terhadap al-Rumi. Hingga sosok al-Rumi
yang sedang mengkaji cinta sampai pada keterikatan dua jiwa yang memiliki
kecintaan.
Ikatan
dua jiwa yang diikat cinta ini saling memasuki sebuah dunia yang bebas. Tidak
memerlukan kedekatan fisik, al-Rumi dapat merasakan cinta gurunya. Cinta,
jiwa, dan kebebasan yang saya jelaskan dalam pembahasan mengenal cinta, telah
diraih oleh al-Rumi. Ia menemukan cinta dalam dirinya, cinta gurunya, serta
ikatan pertemuan dua jiwa dengan kekuatan cinta. Lalu cinta itu melahirkan
cinta lain, bahwa menuju cinta inilah seharusnya. Lantas Rumi menyadari, dan
menggapai sebuah cinta yang agung, yaitu cinta-Nya.
“Cinta
adalah rasa pilu karena terpisah, tanda dan bola kaca rahasia-rahasia Tuhan.
Apakah
ia buatan langit ataupun bumi? Cinta akan membimbing kita kesana akhirnya.
Pikiran
akal gagal menerangkan cinta, seperti keledai di lumpur: cinta sendirilah
pengurai cinta.
Tidaklah
matahari sendiri yang menerangkan matahari?
Kenali
ia ( cinta)! Seluruh bukti yang kucari ada disana”. ( Jalaluddin al-Rumi)
0 comments:
Posting Komentar