Aku
ingin seperti bulan walau hanya satu, ia dapat menerangi kelamnya malam. Namun
aku sekarang adalah lampu berbaterai, yang membutuhkan saluran energy lain
untuk tetap nyala. Aku ingin terbang dengan
kedua tanganku jauh keangkasa, dapat kupandangi indahnya samudera dan permukaan
bumi, namun itu adalah angan-angan yang dibohongi khayalan dan sia-sia.
Aku berharap dapat mengikat semua
cinta, hingga aku hidup penuh bahagia, namun itu tak mungkin bagiku, karena aku
tak pernah ungkapakan rasa itu, dan inilah keinginan yang dihiasi oleh
kejujuran dan tertanam kesempatan. Jikalau aku disuruh untuk memilih,maka “aku
yang kedua” yang aku pilih, walau kenyataan “aku yang pertamalah”
yang sering dan sedang aku lakukan.
Kemarin,
sekarang dan esok adalah sekumpulan waktu, yang selalu berkaitan. Tanpa kemarin
yang kita lakukan tiada ada sekarang menjadi renungan, maka tentulah hari esok
tak ada perbaikan.Memang susah untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan,
namun usaha tetap harus untuk kita perjuangkan.
Waktu
telah berlalu, batu yang telah dilempar tak bisa diambil ulang, dan sama untuk
dilempar dengan yang pertama, bahkan ucapan yang aku ucap tak bisa aku rubah
kembali. Semua berlalu dan berjalan tiada henti, nafas terus berhembus selagi
dadaku masih berdetak. Impianku selalu aku harapkan, yang berlayar diatas ombak
angan-anganku. Pengalamanku sudah penuhi semua kertas riwayatku, dan mengisi
banyak kisah di bumi ini.
Angan-anganku
di khianati fatamorgana nafsu, yang mengajak pada ketiadaan. Aku ukir bangunan
mewah, namun hanya ruang hampa dan kekosongan. Kedua mataku melotot kencang dan
teliti, mengintai setiap wujud. Hatiku was-was diiringi mantra mulut,
melekatkan pada rasa ingin tahu yang mendalam. Tanganku melambai-lambai tiada
henti, bagaikan pelapah kelapa di tarik angin lautan. Sudah lama aku menunggu
gelap, dengan menutup kedua mataku untuk terbang di negri impianku. Namun
dengan sekejap terang itu tiba, menutup awan gelap dan menjadi terang penuh
warna. Dan impianku terputus dalam negri gelap, menuju cahya hijau dan beragam
warna kehidupan.
Kini
aku sadar bahwa setiap langkahku dihitung perjalanan, dan membekas sejarah
serta cerita. Setiap hembus angin yang menyapa dedaunan hingga bergerak,
mengingatkanku pada setiap hembus nafas yang aku hirup hingga aku dapat hidup.
Aku tuju setiap sudut liku-liku jalanan, menapaki kerikil bebatuan dan duri.
Terjatuh dan terpukul aku kebumi, berdebu dan compang -camping terlihat.Aku
bingung dengan banyak teriakan yang menertawakanku, bahwa aku adalah orang yang
tak berdaya. Mungkin itu benar, tapi aku akan menegaskan bahwa aku adalah benih
yang menanti siraman. Rintihan langit menjadi saksi atas penantianku, dan
mencurahkannya dengan tangisan. Aku terbangun dan berdiri, bahkan tumbuh semua
keinginanku untuk tegar dan kuat.Tetesan tangisannya menusuk kulit-kulitku,
hingga aku tak sadar.
Kehidupan
baru aku mulai saat ini, ternyata hujan malam membuat aku sadar dan mengetahui.
Aku faham dengan semua yang aku dan bahkan manusia lain rasakan, bahwa hidup
bukanlah perjalanan tiada tujuan, melainkan banyak fenomena lainnya yang belum
aku dan manusia ketahui dengan benar. Aku tertawa dengan masa laluku yang telah
silam, dengan sikapku yang egois dan putus asa. Benar apa kata temanku bahwa
suatu saat nanti aku akan tertawa, disaat masa laluku itu telah berlalu. Setiap
ucapan tidak semuanya benar dan salah, bisa jadi keduanya memiliki arti yang
tak bisa manusia maknai. Sehingga menjadi tugas manusia untuk menjaga ucapan,
bahkan ucapanlah ikatan manusia dengan yang lainnya.
Kakiku
tak henti dibawa perjalananku, tak kenal ras atupun keadaan yang aku hadapi.
Aku hanya akan berkata bahwa inilah takdir yang sedang aku jalani, dan menjadi
suratan bagiku. Bentuk wajah baru sudah tak aneh aku temui, bahkan bahasa
menjadi banyak dalam pikiranku. Harus aku akui bahwa kehidupan selalu
dihadapkan pada berbagai suasana, baik itu dalam kebenaran atau sebaliknya.
Mentari tak bosan untuk berputar sesuai jadwalnya, untuk menerangi rumahku yang
luas ini. Keindahan tak lagi tersembunyi, semua menjadi jelas dihadapan mataku
dan semua makhluk yang ada.
Rasa
ingin tahuku tak akan terhenti, selagi hatiku dan tekadku berkata, bahwa aku
harus tetap berjuang dan jangan kenal putus asa. Angin selalu mendorongku pada
ketegaran, walau terkadang membawaku pada kedinginan hati dan tubuh. Panas
mentari menjadi sebab gerah dan lelah, namun disisi lain ia menjadi penghangat
alami untuk manusia yang dingin akan berusaha.
Kulepas
semua pakaian congkak dan sombong, dan kudekati busana wangi berkelip ketakwaan.
Namun, ada tangan yang gatal mendorongku hingga terjauh darinya. Aku bergegas
bangun dan berdiri, mengejarnya dan ingin aku hempaskan ia dengan tanganku. Apa
daya yang aku miliki, ia terlalu kuat untuk bertahan. Terlalu banyak sekutunya
yang mengikatku, untuk mau menerima jaminan gantinya. Tidak, itu hanya keputus
asaanku saja, yang takut akan kesengsaraan. Aku ambil busana itu dan pergi dari
sekumpulan materialis. Sekarang aku pakai dua pakaian sekaligus, pakaianku yang
dahulu serta busana itu. Akupun tersadar bahwa aku masih yang dahulu, hanya
busana itu saja yang membuatku tampil berbeda.
Sudah
banyak waktuku habis lama dengan busana ini, tapi tak ada perubahan sedikitpun
yang membekas pada hati nuaraniku. Ingin aku lepas, namun aku khawatir hal itu
membuat aku lupa pada kebenaran. Tetap aku biarkan melekat dalam kehidupanku,
walau hanya masih busana dan belum menjadi karakter diriku. Terlepas dari semua
itu, aku sekarang berjanji pada diriku sendiri, untuk tetap mempertahankan
keadaanku yang diikat busana itu.
Malam tetap dingin dan
gelap, siang tetap terang dan penuh kehangatan. Burung sangkar lepas dan
terbang bahagia, karena lupa pemiliknya menutup pintu. Ia kepakan sayapnya
penuh semangat dan energy, bahkan ia tersenyum dengan siulan yang merdu,
tertawa dan berkata pada semua bahwa kebebasanlah yang harus kita miliki.
Hatiku
terkunci untuk mengenal kebebasan, dan memborgol kedua tanganku ini pada
ketakutan. Setiap kesempatan ada dorongan untuk bebas, bayangan keburukan
menjelma dalam benakku. Aku bertanya pada diriku, makna kebebasan yang
seharusnya manusia miliki. Untukku kebebasan bukanlah kebebasan manusia utuk
berbuat, yang menjadi semua kehendaknya tanpa ada batasan. Karena jikalau tiada
batasan , maka akan ada kebebasan lain yang diikat selain dimensi kemanusiaan.
Bukanlah kebebasan yang kiranya dapat merampas hak lain, maka hancurlah setiap
keinginan dan harapan kebebasan.
Aku
berkata bahwa kebebasan adalah bebasnya manusia untuk bertindak, namun dengan
kebebasan sesuai aturan manusia. jikalau keluar dari itu maka kebebasan itu
adalah menurut syaitan, hewan, dan makhluk lainnya selain manusia.
afendi cahya
0 comments:
Posting Komentar